Sabtu, 22 April 2017

KARUNIA BERDASARKAN KESAKSIAN

KARUNIA BERDASARKAN KESAKSIAN

Ungkapan tersebut kami dengar dari seorang penceramah. Kata beliau, itu merupakan salah satu konsep dalam ilmu tasawuf untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dalam menguraikan QAIDAH tsb, beliau menerangkan pentingnya menciptakan kesan baik dalam hati banyak orang. Karena semakin banyak orang yang menganggap kita baik, maka akan semakin banyak pula KARUNIA BAIK diberikan oleh Allah swt.

Setelah mencari dan merujuknya dalam beberapa kitab tasawuf tidak ditemukan ungkapan seperti itu. Namun jika dikaji dan dianalisa, ada beberapa hadis dan konsep fiqih yang mendukung ungkapan tsb. Sebelum menjelaskan interpretasi atau maksud dari ungkapan tsb, ada baiknya dikaji terlebih dahulu kevalidan dan legalitasnya dari perspektif fiqih. Karena mengingat begitu penting pesan dan kesan dari ungkapan tsb dalam rangka memperbaiki diri menjadi pribadi baik atau lebih baik.

1. Anas bin Malik berkata: para sahabat pernah melewati jenazah. lalu mereka menyanjungnya dan menyebut kebaikannya. Maka Nabi saw bersabda: "Pasti baginya."

Kemudian mereka melewati jenazah yang lain. lalu mereka mencelanya dan menyebut keburukannya. Maka Beliau pun bersabda: "Pasti baginya."

Kemudian Umar bin Khatab bertanya: "Ya Rasulullah, Apa yang pasti baginya?

Beliau menjawab: "Jenazah pertama kalian sanjung dengan kebaikan, maka pasti baginya masuk surga. Sedangkan jenazah kedua kalian menyebutnya dengan keburukan. Maka pasti baginya masuk neraka. Karena kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi." (HR. Bukhari. 1278)

Pertanyaannya: Bagaimana"kesaksian atau sanjungan baik" terhadap mayit yang tidak sesuai realitanya, artinya mayit tsb org jahat?

Dalam kitab 'Umdatul Qari', Syaikh 'Aini Al-Hanafi menukilkan jawaban gurunya, Syaikh Zainuddin. KESAKSIAN BAIK MEMBERI DAMPAK POSITIF TERHADAP MAYIT, WALAUPUN TIDAK SESUAI DENGAN REALITANYA.

Yang bersaksi disyaratkan adil. Dan menurut satu pendapat, tidak disyaratkan demikian.

Nah, sanjungan atau kesaksian orang memberi manfaat kepada mayit, Apakah hal yang sama berlaku pada orang yang hidup?

2. Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda: "Aku berdasarkan zhan (persepsi) hambaku kepadaku."(HR. Bukhari dan Muslim.

"Jika ia berprasangka bahwa aku akan mengampuninya, maka aku mengampuninya. Dan jika sebaliknya, ia berprasangka bahwa aku akan menyiksanya, maka aku akan menyiksanya." Demikian Penafsiran Imam 'Aini Al-Hanafi dalam kitabnya, Umdatul Qari'.

Apakah itu berlaku untuk orang lain?

Misalnya, seseorang berprasangka bahwa Allah swt telah mengampuni temannya, apakah Allah akan mengampuni dosa temannya?

3. Dalam fiqih disunnahkan menyembunyikan maksiat yang dikerjakan. Misalnya, seseorang yang berzina, maka sunnah hukumnya ia menyembunyikan dan tidak mengakuinya (ikrar). Bahkan apabila ia telah mengakuinya, sunnah baginya utk menarik pengakuannya tsb.

Dalam sebuah hadis yang dinukilkan oleh Syaikh Ibrahim dalam kitabnya, Hasyiah Al-Bajuri, Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa terjerumus pada perbuatan keji ini (zina) maka hendaknya dia menutupinya. Barangsiapa memberitahukan perbuatannya kepada kami, maka akan kami tegakkan atasnya hukuman." (Hasyiah Bajuri, halaman 5, jilid 2)

Menutup kesalahan dapat mempertahankan asumsi baik orang-orang. Makanya, semaksimal mungkin berusaha utk menutupi kesalahan dan maksiat dari orang lain. kemudian bangun di tengah malam dan bertaubat, minta ampun kepada Allah swt.

4. Dalam fiqih dianjurkan menghindari diri dari TUHMAH. Ada beberapa kasus fiqih yang berpijak di atas mawas tuhmah. Tuhmah adalah asumsi negatif.

Misalnya, tidak boleh (makruh) talqin (peuintat) bagi waris, karena dapat menimbulkan tuhmah. Namun jika orang tsb miskin dan tidak ada Harta sama sekali, maka boleh ditaqinkan oleh waris. (Hasyiah Bujairimi)

Disunnahkan MAKAN SEMBUNYI-SEMBUNYI bagi orang yang tidak puasa karena sakit atau musafir, ketika ia telah sembuh atau bermukim pada hari itu pula. Alasannya, supaya tidak timbul TUHMAH.

Harta yang disita oleh hakim dari MAHJUR 'ALAIH disunnahkan ditempatkan pada orang lain, jangan di rumah hakim, karena hal tsb dapat memunculkan TUHMAH.

Keempat sudut pandang di atas bisa dijadikan sebagai bahan komparasi bagi ungkapan, "KARUNIA BERDASARKAN KESAKSIAN."

Dan pun penceramah tsb pasti memiliki rujukan atau referensi yang valid terkait ungkapan yang beliau kemukakan tsb.

Nah, bagaimana penjelasannya?

Anggapan baik orang ramai memberi pengaruh terhadap pribadi seseorang. Semakin banyak penilaian atau kesaksian baik dari orang-orang, maka akan mudah urk mendapat karunia dari Allah swt.

Hendak berubah menjadi pribadi yang dermawan, lakukanlah perbuatan yang membuat orang lain menilai dan menganggap kita dermawan.

Hendak berubah menjadi ahli ibadah, pribadi yang rajin ibadah, Lakukanlah ibadah banyak-banyak, sehingga orang-orang meyakini kita sebagai orang yang 'ABID.

Syaikh Sulaiman, Pengarang kitab Hasyiah Jamal, kitab yang menjadi rujukan santri dalam ilmu fiqih, berkata dalam kitabnya Futuhat Ilahiyah, JIKA ALLAH SWT MENGETAHUI KEBAIKAN SEORANG HAMBA, MAKA IA AKAN MENYEBUT DAN MEMASYHURKANNYA (KEPADA HAMBA-HAMBA YANG LAIN).

Itu merupakan "adat" Allah swt. Allah swt akan mengangkat derajat orang yang melakukan kebaikan. Memperkenalkannya. Memasyhurkannya di tengah-tengah hambanya yang lain. Sehingga orang tsb populer sebagai pelaku kebaikan.

Kita sering menjumpai seseorang yang sangat dikenal oleh masyarakat dengan kebaikan. Orang-orang memujinya sebagai orang yang rajin beribadah, rajin berzikir, rajin shalat jama'ah. Abu Kuta Krueng misalnya. Beliau sangat populer dan masyhur di kalangan kita, orang Aceh, sebagai ulama yang sangat rajin ibadah.

Perkara ini, kalau boleh, kami akan memasukkannya dalam SUNNATULLAH, ketentuan Allah swt.

Nah, jika sebutan "orang baik" dan "orang yang rajin beribadah" sudah melekat dalam benak keluarga, saudara, teman-teman, khususnya para Ulama dan Waliyullah, maka hal tsb akan mengundang karunia, taufik, dan hidayah dari Allah swt, sehingga akan lebih semangat, gairah, termotivasi dan istiqamah serta mudah untuk melakukan kebaikan dan ibadah yang banyak.

Apakah ada karunia yang lebih baik daripada ini, Karunia yang akan mengantarkan seseorang untuk memperoleh surganya?

Nah, mari menciptakan penilaian baik dari orang-orang, khususnya orang-orang shalih. Perlihatkan yang baik-baik. Bukan utk takabur atau maksud keji lainnya, tp hanya semata-mata  untuk mendapatkan karunia baik dari Allah swt. BERDASARKAN KESAKSIAN."

Ungkapan tersebut kami dengar dari seorang penceramah. Kata beliau, itu merupakan salah satu konsep dalam ilmu tasawuf untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dalam menguraikan QAIDAH tsb, beliau menerangkan pentingnya menciptakan kesan baik dalam hati banyak orang. Karena semakin banyak orang yang menganggap kita baik, maka akan semakin banyak pula KARUNIA BAIK diberikan oleh Allah swt.

Setelah mencari dan merujuknya dalam beberapa kitab tasawuf tidak ditemukan ungkapan seperti itu. Namun jika dikaji dan dianalisa, ada beberapa hadis dan konsep fiqih yang mendukung ungkapan tsb. Sebelum menjelaskan interpretasi atau maksud dari ungkapan tsb, ada baiknya dikaji terlebih dahulu kevalidan dan legalitasnya dari perspektif fiqih. Karena mengingat begitu penting pesan dan kesan dari ungkapan tsb dalam rangka memperbaiki diri menjadi pribadi baik atau lebih baik.

1. Anas bin Malik berkata: para sahabat pernah melewati jenazah. lalu mereka menyanjungnya dan menyebut kebaikannya. Maka Nabi saw bersabda: "Pasti baginya."

Kemudian mereka melewati jenazah yang lain. lalu mereka mencelanya dan menyebut keburukannya. Maka Beliau pun bersabda: "Pasti baginya."

Kemudian Umar bin Khatab bertanya: "Ya Rasulullah, Apa yang pasti baginya?

Beliau menjawab: "Jenazah pertama kalian sanjung dengan kebaikan, maka pasti baginya masuk surga. Sedangkan jenazah kedua kalian menyebutnya dengan keburukan. Maka pasti baginya masuk neraka. Karena kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi." (HR. Bukhari. 1278)

Pertanyaannya: Bagaimana"kesaksian atau sanjungan baik" terhadap mayit yang tidak sesuai realitanya, artinya mayit tsb org jahat?

Dalam kitab 'Umdatul Qari', Syaikh 'Aini Al-Hanafi menukilkan jawaban gurunya, Syaikh Zainuddin. KESAKSIAN BAIK MEMBERI DAMPAK POSITIF TERHADAP MAYIT, WALAUPUN TIDAK SESUAI DENGAN REALITANYA.

Yang bersaksi disyaratkan adil. Dan menurut satu pendapat, tidak disyaratkan demikian.

Nah, sanjungan atau kesaksian orang memberi manfaat kepada mayit, Apakah hal yang sama berlaku pada orang yang hidup?

2. Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda: "Aku berdasarkan zhan (persepsi) hambaku kepadaku."(HR. Bukhari dan Muslim.

"Jika ia berprasangka bahwa aku akan mengampuninya, maka aku mengampuninya. Dan jika sebaliknya, ia berprasangka bahwa aku akan menyiksanya, maka aku akan menyiksanya." Demikian Penafsiran Imam 'Aini Al-Hanafi dalam kitabnya, Umdatul Qari'.

Apakah itu berlaku untuk orang lain?

Misalnya, seseorang berprasangka bahwa Allah swt telah mengampuni temannya, apakah Allah akan mengampuni dosa temannya?

3. Dalam fiqih disunnahkan menyembunyikan maksiat yang dikerjakan. Misalnya, seseorang yang berzina, maka sunnah hukumnya ia menyembunyikan dan tidak mengakuinya (ikrar). Bahkan apabila ia telah mengakuinya, sunnah baginya utk menarik pengakuannya tsb.

Dalam sebuah hadis yang dinukilkan oleh Syaikh Ibrahim dalam kitabnya, Hasyiah Al-Bajuri, Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa terjerumus pada perbuatan keji ini (zina) maka hendaknya dia menutupinya. Barangsiapa memberitahukan perbuatannya kepada kami, maka akan kami tegakkan atasnya hukuman." (Hasyiah Bajuri, halaman 5, jilid 2)

Menutup kesalahan dapat mempertahankan asumsi baik orang-orang. Makanya, semaksimal mungkin berusaha utk menutupi kesalahan dan maksiat dari orang lain. kemudian bangun di tengah malam dan bertaubat, minta ampun kepada Allah swt.

4. Dalam fiqih dianjurkan menghindari diri dari TUHMAH. Ada beberapa kasus fiqih yang berpijak di atas mawas tuhmah. Tuhmah adalah asumsi negatif.

Misalnya, tidak boleh (makruh) talqin (peuintat) bagi waris, karena dapat menimbulkan tuhmah. Namun jika orang tsb miskin dan tidak ada Harta sama sekali, maka boleh ditaqinkan oleh waris. (Hasyiah Bujairimi)

Disunnahkan MAKAN SEMBUNYI-SEMBUNYI bagi orang yang tidak puasa karena sakit atau musafir, ketika ia telah sembuh atau bermukim pada hari itu pula. Alasannya, supaya tidak timbul TUHMAH.

Harta yang disita oleh hakim dari MAHJUR 'ALAIH disunnahkan ditempatkan pada orang lain, jangan di rumah hakim, karena hal tsb dapat memunculkan TUHMAH.

Keempat sudut pandang di atas bisa dijadikan sebagai bahan komparasi bagi ungkapan, "KARUNIA BERDASARKAN KESAKSIAN."

Dan pun penceramah tsb pasti memiliki rujukan atau referensi yang valid terkait ungkapan yang beliau kemukakan tsb.

Nah, bagaimana penjelasannya?

Anggapan baik orang ramai memberi pengaruh terhadap pribadi seseorang. Semakin banyak penilaian atau kesaksian baik dari orang-orang, maka akan mudah urk mendapat karunia dari Allah swt.

Hendak berubah menjadi pribadi yang dermawan, lakukanlah perbuatan yang membuat orang lain menilai dan menganggap kita dermawan.

Hendak berubah menjadi ahli ibadah, pribadi yang rajin ibadah, Lakukanlah ibadah banyak-banyak, sehingga orang-orang meyakini kita sebagai orang yang 'ABID.

Syaikh Sulaiman, Pengarang kitab Hasyiah Jamal, kitab yang menjadi rujukan santri dalam ilmu fiqih, berkata dalam kitabnya Futuhat Ilahiyah, JIKA ALLAH SWT MENGETAHUI KEBAIKAN SEORANG HAMBA, MAKA IA AKAN MENYEBUT DAN MEMASYHURKANNYA (KEPADA HAMBA-HAMBA YANG LAIN).

Itu merupakan "adat" Allah swt. Allah swt akan mengangkat derajat orang yang melakukan kebaikan. Memperkenalkannya. Memasyhurkannya di tengah-tengah hambanya yang lain. Sehingga orang tsb populer sebagai pelaku kebaikan.

Kita sering menjumpai seseorang yang sangat dikenal oleh masyarakat dengan kebaikan. Orang-orang memujinya sebagai orang yang rajin beribadah, rajin berzikir, rajin shalat jama'ah. Abu Kuta Krueng misalnya. Beliau sangat populer dan masyhur di kalangan kita, orang Aceh, sebagai ulama yang sangat rajin ibadah.

Perkara ini, kalau boleh, kami akan memasukkannya dalam SUNNATULLAH, ketentuan Allah swt.

Nah, jika sebutan "orang baik" dan "orang yang rajin beribadah" sudah melekat dalam benak keluarga, saudara, teman-teman, khususnya para Ulama dan Waliyullah, maka hal tsb akan mengundang karunia, taufik, dan hidayah dari Allah swt, sehingga akan lebih semangat, gairah, termotivasi dan istiqamah serta mudah untuk melakukan kebaikan dan ibadah yang banyak.

Apakah ada karunia yang lebih baik daripada ini, Karunia yang akan mengantarkan seseorang untuk memperoleh surganya?

Nah, mari menciptakan penilaian baik dari orang-orang, khususnya orang-orang shalih. Perlihatkan yang baik-baik. Bukan utk takabur atau maksud keji lainnya, tp hanya semata-mata  untuk mendapatkan karunia baik dari Allah swt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar