Sabtu, 22 April 2017

IBNU TAIMIYAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN, KAFIRKAH?

IBNU TAIMIYAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN, KAFIRKAH?

Ibnu Taimiyah lahir di Harran, Turki, pada hari Senin 10 Rabiu’ul Awal tahun 661H, 15 tahun sebelum wafatnya Imam Nawawi.

Akhir-akhir ini, "isu" Ibnu Taimiyah ini hangat diperbincangkan. Ada yang pro dan ada yang kontra. Yang pro Ibnu Taimiyah habis-habisan membela sang  "proklamator" dan menyerang pihak yang kontra. Bahkan mereka berani mencatut nama-nama beken dalam mazhab syafi'i.

Yang kontra pun mengcounter balik. Mereka bertujuan baik. Supaya orang-orang tidak terpengaruh dengan pemikirannya.

Apakah benar Ibnu Taimiyah sesat?

Kami akan menghadirkan beberapa interpretasi nyleneh Ibnu Taimiyah dan fatwanya yang kontroversial menurut Ulama Ahlussunnah wal jamaah.

Ibnu Taimiyah salah dalam menafsirkan hadis, "ALLAH SWT TURUN KE LANGIT PADA SEPERTINYA MALAM YANG TERAKHIR." Ia mengatakan: Yang turun adalah zat Tuhan, sebagaimana arti tekstual hadis. Dan ia juga mencaci-maki ulama yang mentakwil hadis tsb.

Ulama Khalaf mentakwilkannya. Mereka berkata: YANG TURUN ADALAH PERINTAH TUHAN, BUKAN ZATNYA. Ada juga yang mengatakan: YANG TURUN ADALAH MALAIKAT ATAU RAHMAT ALLAH SWT.

Jelas terlihat perbedaannya, Ibnu Taimiyah menafsirkannya secara ekplisit. Sedangkan ulama ahlussunnah wal jamaah melakukan takwil, yakni menafsirkannya secara implisit.

Diakhir pembahasannya, Ibnu Hajar berkata: Tidak usah peduli kepada caci-maki mereka yang tidak mendapat taufik dari Allah swt terhadap ulama Ahlussunnah yang mentakwilkan hadis tsb. Dan beliau juga menukilkan perkataan salah seorang ulama besar dalam mazhab Syafi'i abad ke-7 Hijriah, Ibnu Jama'ah, pengarang kitab Tahrirul Ahkam (kitab yang membahas permasalahan ketentaraan) dan kitab Ar-Rad 'Alal Musyabbihah (kitab yang membahas kesesatan kaum Musyabbihah/Wahabi). IBNU TAIMIYAH ADALAH SEORANG HAMBA YANG TELAH DISESATKAN OLEH ALLAH SWT. Demikian pernyataan Ibnu Jama'ah. (Tuhfatul-Muhtaj, halaman 244, jilid 2)

Imam Syarwani memberi alasan kenapa ulama khalaf melakukan takwil. Sedangkan ulama Salaf tidak mentakwilkan Ayat dan Hadis Mutasyabihat yang berkaitan dengan sifat ketuhanan, seperti: Surat Ar-Rahman, ayat 27: "Dan kekal WAJAH Tuhan kamu." Surat Al-Fath, ayat 10: "TANGAN Allah di atas tangan mereka." surat Thaha, ayat 5: "Allah BERSEMAYAM di atas Arasy."

KARENA PADA MASA ULAMA KHALAF SUDAH BERKEMBANG ALIRAN MUJASSIMAH, PAHAM YANG MENGATAKAN ALLAH SWT BERTEMPAT, MEMILIKI ARAH DAN MEMILIKI TUBUH. SEDANGKAN PAHAM TSB BELUM BERKEMBANG PADA ERA SALAF. (HASYIAH SYARWANI HALAMAN 244, JILID 2)

Perlu diketahui, SALAF adalah generasi sahabat, tabi'in, dan tabi'-tabi'in. Sedangkan setelahnya disebut GENERASI KHALAF.

Berkaitan penafsiran Ibnu Taimiyah terhadap hadis di atas, ALLAH SWT TURUN KE LANGIT PADA SEPERTINYA MALAM YANG TERAKHIR, ada satu peristiwa miris yang diceritakan oleh Ibnu Bathuthah, salah seorang ulama pengembara asal Maroko. Kalau di barat ada Marcopolo, maka di Timur ada Ibnu Bathuthah.

"Pada hari Jumat, aku menghadiri majelis taklim yang diasuh oleh Ibnu Taimiyah di mesjid jamik Damaskus, Suriah. Diantara perkataannya pada ketika itu: ALLAH TURUN KE LANGIT SEPERTI TURUNKU INI. Kemudian ia menuruni tangga satu persatu. Kemudian bangkit seorang ulama fiqih mazhab Maliki yang bernama Ibnu Zahra. Beliau membantah perkataan Ibnu Taimiyah tsb. Lalu masyarakat awam yang hadir pada saat itu bangkit dan mengeroyoki Ibnu Zahra, memukulnya dengan tangan dan sandal sampai surban yang dipakainya jatuh. Kemudian mereka membawanya ke rumah 'Izuddin bin Muslim, seorang hakim yang bermazhab hambali. Kemudian hakim tsb memenjarakan dan mentakzir Ibnu Zahra. Tidak lama berselang, keputusan sang hakim mendapat protes dari Ulama-Ulama dalam mazhab maliki dan syafi'i." Demikian kisah Ibnu Bathuthah, ulama pengembara yang pernah menjejaki kakinya di tanah Aceh pada masa pemerintahan sultan Samudra Pasai. (Rihlah Ibnu Bathuthah, halaman 371, jilid 1)

Dalam fiqih, Ibnu Taimiyah juga banyak mengeluarkan pendapat yang kontradiksi dengan IJMAK ULAMA. Salah satunya, TALAK TIGA DENGAN SEKALI UCAP,  SEPERTI KATA SUAMI: AKU TALAK TIGA KAMU, MAKA JATUH SATU MENURUT IBNU TAIMIYAH. Ia mengemukankan hadis Riwayat Imam Muslim sebagai dalilnya.

Ibnu Abbas berkata: Pada masa Rasulullah saw, Abu Bakar, dan dua tahun dari kekhalifahan Umar, TALAK TIGA JATUH SATU. Setelah itu Umar  berkata: Orang tergesa-gesa dalam urusan (talak) yang seharusnya mereka tenang. Jika kami memberlakukan suatu hukum kepada mereka, (maka itu adalah benar). Lantas mereka memberlakukannya. (HR. Muslim, 1472)

Ibnu Taimiyah tidak menempatkan hadis tsb pada proporsi yang semestinya.

Menurut ulama Hadis, "TALAK TIGA JATUH SATU" dalam hadis tsb adalah TALAK TIGA YANG DIUCAPKAN TERPISAH, MISALNYA seorang suami mengucapkan: "KAMU AKU TALAK, KAMU AKU TALAK, KAMU AKU TALAK. Maka hukumnya JATUH SATUH pada masa kekhalifahan Rasulullah saw dan Abu Bakar, Pun pada dua tahun pertama masa kekhalifahan Umar.

Kenapa jatuh satu?

Karena sudah menjadi kebiasaan mereka (sahabat Nabi saw), mereka bermaksud Taukid (meyakinkan) dengan ucapan talak yang kedua dan ketiga. Sedangkan setelahnya, yakni masa kekhalifahan Umar, mereka tergesa-tergesa dalam urusan talak. Yang menjadi adat saat itu adalah IRADAH ISTI'NAF, Artinya mereka bermaksud Isti'naf (bukan taukid) dengan ucapan talak yang kedua dan ketiga. Sehingga Umar memutuskannya JATUH TIGA. (HASYIAH SYARWANI, HALAMAN 8, JILID 8)

Semakin tidak mengerti ya???

Intinya begini. Maksud TALAK TIGA dalam Hadis tsb adalah talak yang diucapkan tiga kali secara berturut-turut, bukan talak tiga dengan sekali ucap. Maka salah, kalau menjadikan hadis tsb sebagai dalil bagi pendapat kontroversial ibnu Taimiyah, TALAK TIGA DENGAN SEKALI UCAP, HUKUMNYA ADALAH JATUH SATU.

Tidak hanya itu, Ibnu Taimiyah bahkan berani mengatakan: Ali (sahabat Nabi saw)  telah melakukan lebih dari 300 kesalahan. Umar pun tidak luput dari komentar negatif Ibnu Taimiyah.

Diantara fatwa-fatwa lain yang kontroversial dalam ranah fiqih adalah Tidak jatuh talak, jika diucapkan ketika istri sedang menstruasi. Tidak jatuh talak yang diucapkan dalam bentuk sumpah, hanya wajib bayar kifarat sumpah. Tidak jatuh talak pada masa suci, jika telah melakukan jimak pada masa suci tsb.

Tidak wajib MENGQADHA shalat yang ditinggalkan sengaja. Wanita yang sedang haid boleh melakukan tawaf dan wajib membayar kifarat. Orang yang menyalahi ijmak tidak berdosa.

Pajak perdagangan halal dan bisa dianggap sebagai zakat. Dan masih banyak lagi pendapat-pendapatnya yang menyalahi ijmak ulama. Bahkan menurut informasi, lebih dari 60 permasalahan. Untuk lebih detail, silahkan muraja'ah kitab FATAWAL HADITSIAH.

Bagaimana hukum menyalahi Ijmak? Kafirkah?

Dalam Al-Quran, Allah swt berfirman:

"...Dan (barangsiapa) mengikuti selain jalan orang-orang mukmin (Ijmak), niscaya kami biarkan mereka itu dalam kesesatan (di dunia) dan kami masukkan ke dalam neraka (di akhirat)."(QS. An-Nisa 115)

Berkaitan ayat di atas, Syaikh 'Alauddin menukilkan satu riwayat dalam kitabnya, tafsir Khazin.

IMAM SYAFI'I PERNAH DITANYAI, APAKAH ADA AYAT AL-QURAN YANG MENGINDIKASIKAN BAHWA IJMAK ULAMA BISA DIJADIKAN SEBAGAI DALIL?

KEMUDIAN IMAM SYAFI'I MEMBACA AL-QURAN SAMPAI KHATAM SEBANYAK 300 KALI, SEHINGGA BELIAU MEMUTUSKAN MENJADIKAN AYAT INI SEBAGAI JAWABAN TERHADAP PERTANYAAN TSB. (TAFSIR KHAZIN HALAMAN 427, JILID 1)

Syaikh Abdul Hamid Al-Qudusi dalam kitabnya, Lathaiful Isyarat, menyimpulkan: Orang yang mengingkari IJMAK ULAMA ada 3 macam:

1. Orang yang mengingkari IJMAK ULAMA YANG DIMAKLUMI BID-DHARURAH DALAM AGAMA. Maka orang tsb kafir/murtad.

2. Orang yang mengingkari IJMAK ULAMA YANG MANSHUS 'ALAIH DAN TELAH POPULER DI KALANGAN MANUSIA. Maka orang tsb telah menjadi kafir.

3. Orang yang mengingkari IJMAK ULAMA YANG TERSEMBUNYI DAN HANYA DIKETAHUI OLEH KALANGAN TERTENTU SAJA. Maka orang tsb tidak kafir. (Untuk penjelasan lebih detail, silahkan muraja'ah kitab-kitab syarah Minhajuth Thalibin pada Bab Riddah (murtad).

Dalam kitab Mughnil Muhtaj, Khatib Syarbaini menukilkan perkataan Imam Haramain, KAMI TIDAK MENGKAFIRKAN ORANG YANG MENOLAK IJMAK ULAMA. KAMI HANYA MENGKLAIM DIA ITU SESAT.

Belum dimukan keterangan yang secara tegas mengatakan Ibnu Taimiyah itu kafir. Imam Subki yang sangat keras menolak Ibnu Taimiyah tidak mengkafirkannya, walaupun ia (Ibnu Taimiyah) sering menyalahi IJMAK ULAMA. Beliau hanya mengatakan Ibnu Taimiyah itu sesat.

Mari menilik Komentar Imam Subki  terhadap Ibnu Taimiyah dan pendapat kontroversialnya, sebagaimana dikutip Ibnu Hajar dalam kitabnya, Fatawal-Kubra halaman 308, jilid 3.

"Aku pernah menolak laki-laki ini (Ibnu Taimiyah) ketika ia mengharamkan ziarah ke makam Rasulullah saw dan mengeluarkan pendapat, TIDAK JATUH TALAK, JIKA DIUCAPKAN DALAM BENTUK SUMPAH. Kemudian aku menemukan beberapa perkara tentang sifatnya, sehingga aku berkesimpulan: 1. IBNU TAIMIYAH TERMASUK ORANG-ORANG YANG TIDAK BISA DIPERCAYA DALAM MENUKILKAN SESUATU DAN MEMBAHAS MASALAH HUKUM. Karena ia gegabah dalam menukil dan sering keluar REL/JALUR dalam membahas. Ia giat menghafal. Hafalannya banyak, namun ia tidak terdidik melalui seorang guru (tidak berguru). Ia tidak puas-puas terhadap ILMU (memiliki antusias yang besar dalam menuntut ilmu), namun ia mengambil ilmu secara serampangan, tidak tebang pilih. 2. Kalam-kalam Ibnu Taimiyah mesti ditinggalkan semuanya. Aku tidak bermaksud apa-apa menyebut (penyimpangan-penyimpangan)nya setelah ia wafat. Tetapi (setelah melihat) ia memiliki banyak pengikut yang vokal dan mereka (pengikutnya) tidak memiliki pemahaman (makanya aku memutuskan menyebut dan membahasnya).

Demikian komentar Imam Subki yang hidup semasa dengan Ibnu Taimiyah.

Ketika kami menanyakan tentang Ibnu Taimiyah ini kepada GURU KAMI. Beliau menjawab: Ibnu Taimiyah itu bagaikan lautan. Di dalam lautan ada juga bangkai dan tidak sedikit pula kebaikannya. Yang baik diambil dan yang buruk ditinggalkan.

Makanya ada ulama-ulama mazhab Syafi'i yang mengutip kalam Ibnu Taimiyah, seperti Khatib Syarbaini.

Khatib Syarbaini mengutip pendapat Ibnu Taimiyah pada permasalahan ganja dalam kitabnya, Mughni Muhtaj. Ibnu Taimiyah berkata: Menghisap ganja termasuk dosa besar. bahkan ganja lebih buruk daripada khamar karena beberapa alasan. Diantaranya: berhenti dari ganja lebih sulit dibandingkan berhenti dari khamar. (Mughnil-Muhtaj, halaman 516, jilid 5)

Tentunya keterangan GURU KAMI itu berlaku bagi orang alim, orang yang ilmunya sudah luas dan dapat membedakan antara yang baik dan buruk, antara benar dan salah. Sedangkan bagi orang awam seperti kami, sangat tidak baik atau MUNGKIN haram membaca kitab Ibnu Taimiyah, karena hal tsb dapat membahayakan aqidah.

Apakah boleh mengatakan Ibnu Taimiyah Sesat?

Ulama seperti Imam Subki, Ibnu Jama'ah  Ibnu Hajar dll sangat wajar dan pantas mengatakannya, Karena mereka memiliki otoritas dan wewenang terhadap hal tsb. Kemampuan, pemahaman dan keluasan ilmu mereka sudah diakui oleh dunia islam lintas generasi. Mereka pasti sangat hati-hati dalam klaim SESAT. Mereka tidak akan menyematkan KLAIM tsb melainkan bagi orang-orang yang telah jelas dan terang kesesatannya seterang matahari.

Tidak demikian bagi orang awam.

Kesimpulannya: kami tidak akan mengatakan sesat Ibnu Taimiyah. Dan juga tidak akan pernah membaca dan mengutip perkataannya. Bahkan kami akan meninggalkan orang-orang yang sering mengutip kalam Ibnu Taimiyah. Dan Alhamdulillah, guru-guru kami tidak pernah melakukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar