Sabtu, 22 April 2017

HUKUM I'ADAH (MENGERJAKAN SHALAT ZHUHUR SETELAH SHALAT JUM'AT)

I'ADAH
(MENGERJAKAN SHALAT ZHUHUR SETELAH SHALAT JUM'AT)

Melakukan shalat zhuhur setelah shalat jumat (I'adah) mengalami perkembangan yang signifikan. Yang dahulunya anti dengan i'adah, sekarang sudah membuka diri untuk mempelajarinya. Yang dulunya enggan melakukannya, sekarang sudah menerimanya. Ini berkat usaha para alim ulama yang gigih mensosialisasikan lewat mimbar dan majelis-majelis.

Namun tidak sedikit yg masih bingung bagaimana hukumnya i'adah tsb. Apakah boleh ataupun tidak. Sehingga ada sebagian yg masih ragu-ragu melakukannya, walaupun tidak mengingkarinya. Ini masih bagus, jika dibandingkan dengan orang yg tidak mengetahui dan belum mengkajinya dalam kitab-kitab ulama, tp malah mengingkarinya dan menyebut orang yg melakukannya sebagai pelaku bid'ah.

Mari merujuk dalam kitab-kitab dalam mazhab Syafi'i, mazhab yang sudah berakar kuat di Aceh, dari dulu sampai sekarang, walaupun baru-baru ini lahir ABG-ABG yang berani merongrong mazhab tsb dan hendak menggantikannya dengan mazhab "tong kosong nyaring bunyinya."

Merujuk beberapa kitab, Hukum i'adah dapat diklasifikasikan  menjadi 3 pembagian,

1. Haram.
Haram melakukan i'adah terhadap shalat jum'at MUTAYAQQAN FI SHIHATIHA, yakni shalat jum'at yang  sudah sempurna syarat dan rukunnya.

Sekedar informasi, diantara syarat sah jumat adalah dikerjakan oleh 40 (minimal) orang yang sempurna(mukallafan, hurra, zakaran, dan mustauthinan) dan tidak banyak diselenggarakan jumat (ta'adud) dalam satu daerah. Yang sudah sempurna syarat dan rukunnya dinamakan shalat jum'at MUTAYAQQAN FI SHIHATIHA.

Nah, apabila jum'at hanya dikerjakan oleh 30 orang misalnya, makanya jum'at tsb termasuk ke dalam MUKHTALAF FI SHIHATIHA, jum'at yang masih diperselisihkan oleh ulama tentang kesahihannya. Mayoritas ulama mengatakan tidak sah. Ini merupakan pendapat yang kuat.

Adapun hukum ta'adud jum'at  daerah suatu daerah tidak dibolehkan, kecuali karena 3 hal. Nah, jika terjadi ta'adud jum'at, maka yang sah adalah jum'at yg lebih dulu takbiratul ihramnya. dan yg lainnya tidak sah.

Sedangkan apabila tidak diketahui jum'at mana yg lebih dulu takbirnya, maka jum'at tsb termasuk ke dalam MASYKUK FI SHIHATIHA, jum'at yg diragukan kesahihannya.

2. sunnah
Hukumnya sunnah melakukan i'adah terhadap jum'at MUKHTALAF FI SHIHATIHA.

3. Wajib
Wajib hukumnya melakukan i'adah terhadap shalat jum'at MASYKUK FI SHIHATIHA.

Diceritakan dari guru saya, pada suatu kesempatan Abuya Muda Waly diundang sebagai khatib jum'at di mesjid rundeng. Dalam khutbahnya, Abuya berkata, "Walaupun di mesjid ini ada 1000 ahli jum'at, tetap wajib hukumnya mengerjakan shalat zhuhur setelahnya."

Kata guru kami, abuya berfatwa demikian, krn pada saat itu di kota Melaboh ada dua mesjid yg mendirikan jum'at. satu di mesjid Rundeng dan satunya lagi di mesjid taman Nurul Huda

Referensi
1. Bughyatul Mustarsyidin, halaman 79-81, cet. Haramain.

2. Mahalli, halaman 273-274 jilid, cet. Toha Putra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar