Sabtu, 22 April 2017

BERCADAR OR NOT?

BERCADAR OR NOT?

Kesimpulan "SUNNAH BERCADAR" sepertinya memberikan negative impact dalam spektrum yang tidak luas. Namun menyedihkan. Berharap panen kebaikan, tp yang dituai malah keburukan. Miris memang. Bisa dikatakan, sakitnya tuh di mana-mana.

Ada yang awalnya sudah bertekad kuat, kemudian mengurungkan niatnya memakai cadar. Dan yang sudah istiqamah bercadar diacuhkan, Tidak lagi menjadi inspirasi bagi teman-teman yang lain. Menyedihkan.

Mungkin ini disebabkan beberapa faktor. Diantaranya adalah ketidakpahaman perbedaan ranah ILMIAH dan AMALIAH. Bukan perbedaan yang menyesatkan. BERAMAL tidak BERILMU dan BERILMU tidak BERAMAL. Bukan itu yang kami maksud kan.

Dalam tataran ILMIAH yang menjadi barometernya adalah DALIL atau disebut MURA'ATUL ADILLAH. Sedangkan pada tataran AMALIAH, yang diprioritaskan adalah aspek IHTIYATH, kehati-hatian, atau bisa disebut MURA'ATUL KHILAF.

Dalam permasalahan KHILAFIYAH, seperti bercadar, sikap (amaliah) yang paling baik dan dianjurkan adalah IHTIYATH, berhati-hati. Berhati-hati yang dimaksud di sini adalah mengamalkan pendapat yang paling berat.

Misalnya memakan kepiting. Ada ulama yang berpendapat haram dan Ada juga yang membolehkan. Nah, dalam amaliah, sikap yang paling baik adalah Tidak memakan kepiting. walaupun dalil ulama yang membolehkan lebih kuat.

Contoh lain menyapu seluruh kepala ketika berwudhuk. Ada ulama yang berpendapat hal tsb wajib. Dan Ada juga ulama yang berpendapat sunnah. Maka, dalam amaliah, sikap yang paling baik adalah menyapu seluruh kepala ketika berwudhuk. Walaupun dalil ulama yang berpendapat sunnah lebih kuat.

Demikian juga bercadar.

Bercadar itu bukan budaya Arab. Bercadar adalah syariat yang tertera dalam Al-Quran.  Ini merupakan salah satu keistimewaan cadar. Tidak ditemukan anjuran dalam Al-Quran melainkan terhadap perkara-perkara Yang super penting. Imam, Shalat, Puasa, Zakat, Dan Haji adalah beberapa perkara Yang dibahas langsung oleh Allah swt melalui firmannya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa perkara-perkara tsb sangat penting Dan urgent dalam Islam. Nah, disebutkannya cadar dalam Al-Quran pertanda bahwa bercadar merupakan perkara yang penting dan urgent.

Begitu pentingnya cadar bagi wanita merdeka, sampai Umar bin Khattab Marah jika ada budak  yang memakai cadar. Ini satu pertanda bahwa cadar adalah simbol kehormatan Dan kemulian.

Bercadar bukan urusan gampang. Tidak seperti membalik telapak tangan.  Membutuhkan kekuatan iman Yang luar biasa untuk memakainya. Tidak ubahnya bertahajud. Bangun di tengah malam saat Yang lain dimabuk tidur. Melawan kantuk Dan dinginnya air wudhuk. Ini sulit Dan berat. Tapi bercadar lebih sulit Dan berat. Apalagi zaman sekarang. Di mana orang-orang memandang sinis terhadap wanita bercadar.

Sok suci, sok alim, sok shaleha, Dan berbagai umpatan lainnya ditujukan kepada mereka yang bercadar. Miris sangat mendengarnya. Tidak jarang ada Yang menyerangnya dengan frontal. "Baru dua tahun ngaji sudah bercadar. Istri ulama saja tidak memakainya." Perbandingan semacam ini membuat semangat menjadi down. Seharusnya, jika belum mampu memakainya, ya mendukung mereka yang memakainya. Kalau itu juga tidak mampu, paling kurang tidak mengganggu mereka.

Di tengah arus badai yang begitu dahsyat menyerang, mereka tetap istiqamah memakainya. Ini pertanda bahwa dalam hati mereka tersimpan mutiara iman yang berkilau indah, Cahayanya terang-benderang. Sangat-sangat mengagumkan. Dan tentunya mereka adalah idaman setiap pria yang shalih.

Ini di Indonesia yang mayoritas Muslim. Coba bayangkan mereka yang tinggal di negara yang mayoritas kafir. Di mana bully Sudah menjadi hal Yang lumrah. Pasti tantangan dan rintangannya lebih besar. Pakai jilbab saja dilecehkan, apalagi bercadar. Tp mereka  tetap istiqamah memakainya. Kemana-mana bercadar. Tanpa beban. Fenomenal!!! Terkadang kami berfikir untuk mempersunting mereka.

Apa ini berlebihan? TIDAK!!! Ini tidak berlebihan. Logikanya, orang yang bisa menjaga kehormatan sampai batas tsb, Sudah barang tentu bisa menjaga kehormatan keluarganya, suami dan anaknya.

Kami Akan memberikan sebuah komparasi sederhana untuk menutup pembahasan ini. Sebelumnya, kami meminta maaf jika bahasanya berlebihan. Hanya sebagai perbandingan antara baik dan yang lebih baik. Antara bagus dan yang lebih bagus. Itu saja. bukan perbandingan antara buruk dan baik. Jelek dan bagus. Bukan sama sekali. Semoga bisa dimaklumi.

Yang terbungkus dalam kemasan itu lebih mahal. Coba perhatikan, buah-buah yang dijual di supermarket lebih mahal harganya daripada buah yang dijual di pinggir Jalan. Apa yang membedakannya?  Padahal sama-sama buah. Rasanya sama. Ukurannya juga sama. Tp kenapa yang di supermarket lebih mahal?

Kemasan!!! Buah dalam kemasan lebih terjamin kualiatasnya. Mungkin bagi sebagian orang tidak mempermasalahkannya. Tidak membeda-bedakannya. Yang penting buah. Yang penting bisa dimakan.

Tp bagi mereka yang mementingkan kualitas, mutu, tidak asal makan, mereka lebih memilih buah yang dibalut dalam kemasan. Walaupun buah yang lain juga baik dan bagus. Ini masalah selera. Antara selera tinggi dan yang biasa.

Cukuplah istri-istri Nabi saw dan sahabat menjadi suri teladan. Mereka itu bidadari syurga. Tidak. Mereka itu ratunya bidadari syurga. Tidak. Mereka Lebih dari itu!!! Mereka itu adalah simbol kemulian bagi kemulian itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar