Sabtu, 22 April 2017

Cara Unik dan Nyentrik Ulama Sufi Bersyukur

Cara Unik dan Nyentrik Ulama Sufi Bersyukur

Sesuatu itu berharga setelah ia tiada, saat  tidak bisa lagi menghargainya.

Berharganya hidup saat tubuh berkalang tanah. Berharganya sehat saat terkapar tak berdaya di atas pembaringan.

Berharganya seorang ayah setelah ia meninggal dunia. Keluarga, teman, atau tetangga tidak berharga kecuali setelah mereka tiada. Penyesalan pun muncul karena tidak sempat mengapresiasi kehadiran mereka saat mereka ada. Sangat menyakitkan. Memang demikian, Penyesalan selalu datangnya kemudian, saat kehilangan menimpa.

Bernilainya waktu bagi orang yang telah kehilangan waktu. Bernilanya kesempatan bagi orang sudah kehilangan kesempatan. Apakah kita pernah merasa sangat menyesal dan bersedih saat kehilangan waktu dan kesempatan?

Hal yang sepele pun akan sangat berharga saat dibutuhkan, tp tidak ditemukan. Walaupun sebelumnya kita memilikinya,  banyak dan berlimpah. Coba berikan air kepada orang yang sedang kehausan di tengah Padang pasir, di tempat yang tidak ditemukan air. dan lihat, bagaimana mereka menghargainya. Tentu, mereka akan sangat berterima kasih. Dan sebaliknya, coba berikan air kepada mereka yang mudah mendapatkan air. Dan lihat, apakah mereka akan berterima kasih?

"BARANGSIAPA YANG TIDAK MENGETAHUI NILAI NIKMAT KETIKA MEMPEROLEHNYA, MAKA IA AKAN MENGETAHUINYA KETIKA KEHILANGAN NIKMAT TSB." Demikian salah satu ungkapan Ibnu 'Athaillah As-Sakandari, sang begawan sufi dari Mesir.

Inilah, mengapa Allah swt mencabut nikmat dari seseorang. Dari kaya menjadi miskin. Dari sukses menjadi bangkrut. Dari baik menjadi jahat. Intinya, dari memiliki menjadi kehilangan. Hikmahnya adalah supaya menyadari begitu besar nikmat yang telah diberikan Allah swt selama ini. Sehingga dengan demikian, seseorang lebih menghargai sesuatu ketika ia mendapatkannya kembali. Dan hal tsb (kembalinya nikmat) sangat jarang terjadi.

Nah, jangan tunggu kehilangan untuk bersyukur. Selama nikmat itu masih kita miliki, selama itu pula syukur tidak boleh pudar. Terkhusus nikmat HIDAYAH, satu-satunya wasilah untuk bisa mendapat nikmat yang teragung, syurga jannatun na'im. Rawat dan jagalah!!!

Kehilangan adalah salah satu cara Allah swt mengajari hambanya untuk bersyukur dan lebih menghargai nikmat. Sederhananya, NIKMAT HILANG SYUKUR DATANG.

Karena ini, sebagian ulama senantisa berdoa, "YA ALLAH, SADARKAN AKU TERHADAP NIKMAT YANG TELAH ENGKAU BERIKAN SAAT NIKMAT ITU MASIH ADA DAN JANGAN ENGKAU SADARKAN AKU SAAT NIKMAT ITU TELAH TIADA."

Dalam sebuah hadis, Nabi saw bersabda: "LIHATLAH KEPADA ORANG DI BAWAH KALIAN DAN JANGAN MELIHAT KEPADA ORANG DI ATAS KALIAN."

Cara lain mengundang rasa syukur adalah melihat orang yang lebih rendah.

Seseorang yang memiliki motor, maka lihat orang yang tidak memiliki motor, jangankan motor sepeda pun tidak ada atau bahkan untuk makan saja org tsb susah. Kita makan sehari tiga kali. Ditambah snack lain. Sesekali makan di kfc. Pergi kemana pun ada motor. Mudah. Coba perhatikan, mereka yang kemana-mana jalan kaki, mereka yang bekerja banting tulang tp untuk makan seperti kita saja susah, apalagi makan di kfc. Minum kopi ngutang. Ditambah lagi utang lain yang membebani pikirinnya. Belum lagi uang jajan anak setiap harinya. Sangat susah.

Jangan melihat mereka yang memiliki mobil. Krn itu hanya menimbulkan ambisi untuk memperolehnya dan membuat lelah tidak berkesudahan. Nikmati saja apa yang telah dimiliki dan tidak lupa bersyukur. Sederhana.

Dalam mengamalkan hadis di atas, oleh ulama sufi memiliki cara yang unik dan nyentrik.

Syaikh Al-'Alamah Al-Fahamah Ibnu 'Ibad, salah seorang ulama besar asal spanyol, mengisahkan dalam hasyiahya:

Ulama Sufi sering menjenguk orang sakit. Mereka menyaksikan penderitaan dan kesengsaraan karena sakit yang dideritanya. Mereka sering berkunjung ke penjara, melihat bagaimana keadaan narapidana yg dihantui ketakutan menjelang eksekusi. Mereka juga sering mengunjungi rumah duka yang ditimpa kematian anggota keluarganya. Mereka memperhatikan keadaan dan kesusahan mendalam yang sedang dialami oleh kerabat si mayyit. Kemudian mereka kembali ke rumah dan bersyukur sepanjang hari, karena telah dibebaskan dari musibah, kesedihan, kegundahan, kesusahan, dan kesengsaraan.

Lebih unik lagi apa yang dilakukan oleh Rabi' Bin Khas'am, seorang ulama sufi dari kalangan Tabi'in. Salah satu nasehat beliau yang sangat berkesan dalam hati kami, "BELAJAR FIQIH DULU SEBELUM KAMU MELAKUKAN UZLAH, SULUK DAN KHULWAH", sebagaimana dinukil oleh Syaikh Sayyid Bakri Asy-Syatha  dalam I'anatuth Thalibin.

Apa yang unik dari beliau?

Beliau menggali sebuah kuburan di dalam rumahnya. Kemudian beliau membelenggu lehernya dengan rantai dan tidur dalam kuburan tsb. Lalu beliau berujar: ya Tuhan kembalikan aku ke dunia, supaya aku bisa mengerjakan ibadah yg aku tinggalkan dahulu.

Ini mengingatkan kita kepada Firman Allah swt, yang mengisahkan penyesalan orang kafir kelak di hari kiamat. Mereka meminta kembali ke dunia untuk beribadah, namun Allah swt tidak memperkenankannya.

Begitulah keunikan mereka dalam mengundang rasa syukur.

Kesimpulan pengajian Syarah Hikam
Halaman 34, jilid 2
Jumat, 03/03/2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar